Rukun Tetangga (RT) adalah organisasi kecil pada pembagian wilayah di
pembentukannya adalah melalui musyawarah masyarakat setempat dalam rangka pelayanan kemasyarakatan yang ditetapkan oleh Desa atau Kelurahan.
Rukun Tetangga dipimpin oleh Ketua RT yang dipilih oleh warganya. Sebuah RT terdiri atas sejumlah kepala keluarga.
Tugasnya bisa dikatakan berat. Namun jika masyarakat dan komponen yang memilihnya bersedia mendukung segala program maka akan menjadi ringan.
Idealnya satu RT terdiri tak lebih 50 KK. Jadi bisa dibayangkan jika satu RT membawahi lebih dari seratus KK. Luar biasa rumitnya. Namun itu menjadi tantangan, seorang abdi kampung tanpa bayaran tersebut.
Tak banyak yang mau atau dicalonkan menjadi Ketua RT. Alasannya beragam, mulai dari kesibukannya hingga takut dikecam.
Sejumlah nada minor memang kerap kita dengar. “Kok ya mau jadi ketua RT, berhasil gak dipuji, salah dikit jadi gunjingan,” kata segelintir orang.
Apalagi ketika mengambil keputusan. RT yang sebenarnya representatif warga merasakan dilematis. Di satu sisi lain ingin menegakan aturan namun di sisi lain akan menimbulkan ‘korban’. terutama kebijakan masalah dana atau anggaran yang memang suatu kewajiban yang harus dikeluarkan setiap warga.
“Korban’ adalah mereka yang merasa dipaksa untuk melaksanakan kebijakan RT. Apalagi jika mereka yang merasa menjadi korban kemudian membentuk kelompok-kelompok kecil untuk melakukan perlawanan langsung maupun tidak langsung.
Adanya perlawanan ini sebenarnya cukup positif. Sebab setidaknya ada upaya kontrol terhadap sepak terjang RT. Tetapi naif bila perlawanan ini dilakukan untuk menentang keputusan yang telah diambil bersama dengan jalan musyawarah.
Belum lagi ada warga yang sulit jika dimintai kewajibannya, dan juga ada yang memanfaatkan kondisi untuk kepentingan pribadi dengan mengatas namakan Rt, inilah yang berat bagi seorang pemimpin...harus dapat menyikapinya sebijaksana mungkin...
Itulah yang sedikit banyak terjadi di RT-RT di mana pun. Meski hanya sebuah RT, intrik-intrik atau politisasi tetap ada.
Kadangkala memang hadangan RT terhadap masalah yang timbul itu berasal dari keluarga. Banyak yang keberatan jika suami atau bapaknya menjadi RT.
Selain waktu, materi dan tenaga akan dikorbankan untuk ngurusi kampung, mereka juga tak ingin berbenturan dengan tetangga yang menjadi korban kebijakan RT.
Ini semua adalah kondisi yang harus dihadapi oleh seorang Rt dan yang bekerja tanpa pamrih semua ini adalah Amanah...?
Dengan demikian Masih adakah warga yang memiliki nyali Besar untuk menjadi ketua RT dengan niat tulusnya mengabdi kepada lingkungannya ?